Dear putriku sayang...Galuh
Hati mama seperti tersayat saat melihatmu gundah menjalani hari pertama sekolahmu di Melbourne. Kamu anak pemberani...pagi-pagi jam 9 mama antar kamu ke sekolah, mama tau dari wajahmu...kamu bingung karena tidak ada yang kamu kenal dan kamu tidak bisa bicara bahasa mereka dan tidak memahami apa yang mereka katakan. Tapi mama bangga...kamu tetap menjalani hari pertama sekolahmu.
Saat mama menjemputmu..., mama sedih mendengar dari gurumu bahwa kamu menangis saat makan siang dan tidak mau memakan bekalmu. Mama sedih bukan karena kamu tidak memakan bekalmu, mama sedih karena kamu harus menjalani perubahan drastis ini. Mama bangga sekali kamu menjalaninya....
Kamu cerita apa yang dilakukan disekolah dengan antusias, mama tau kamu mencoba untuk tidak membuat mama khawatir dengan apa yang kamu rasakan sebenarnya..., sekali lagi....mama bangga padamu...
Tapi saat malam tiba, dan ayahmu pulang dari harinya yang melelahkan....kamu tiba-tiba berkata...'aku gak mau sekolah lagi!' dan menangis...hati mama remuk sayang...
Tapi itulah hidup Nak....
seringkali kita harus bisa menyesuaikan diri di situasi yang sama sekali tidak kita inginkan...
Mama minta maaf telah mencabutmu dari zona nyamanmu....
tapi mama percaya tugas mama bukan untuk selalu membuatmu nyaman, tapi membantumu menjadi perempuan yang kuat.....dan ini salah satu tantanganmu di usiamu yang akan 6 tahun ini....
Kamu akan baik-baik saja dan bisa melalui semua ini dengan baik...
Mama tidak bisa mendampingi terus sepanjang hidupmu...dan ini salah satu tangga awal pelajaranmu berdiri di kakimu sendiri dan belajar mengatasi tantangan yang kamu hadapi...karena hidup tidak mudah Nak....
Mama tau betapa kikuk, khawatir, takut, malu, bingungnya ketika berada di lingkungan yang bahasanya pun tidak kita mengerti....tapi kamu akan belajar...dan kamu akan jadi perempuan yang kuat....
Mama selalu berdoa untukmu sayang....
Be strong and trust me you'll be alright!...
Love,
Mama
Senin, 29 Juli 2013
Sabtu, 06 Juli 2013
"Titik Nol" dan "Aleph"
Dalam satu bulan ini saya membaca
dua buku tentang perjalanan. Buku yang pertama adalah “Titik Nol” karya
Agustinus Wibowo, dan buku yang kedua adalah “Aleph” karya penulis favorit ku
Paulo Coelho.
Ide yang sama dari dua buku
tersebut adalah bahwa perjalanan fisik adalah bukan semata perpindahan tubuh
kita secara fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga perpindahan
spiritualitas kita dari satu dimensi ke dimensi lain.
Agustinus dan Paulo sama-sama
menyuratkan pesan pencarian diri dalam setiap proses perjalanan. Agustinus bercerita tentang bagaimana
perjalanan menjadi sarana mengenal diri yang sebelumnya tak terkenali. Sedangkan
Paulo menggunakan perjalanan sebagai suatu medium untuk menemukan kembali
identitas yang mengabur, istilah yang dipakainya “menemukan kembali kerajaan
yang hilang”.
Sebagai seorang yang sangat
menyukai perjalanan, kedua buku ini sangat mengena hampir disemua aspek psyche
saya. Buku ini juga mampu menjelaskan kenapa saya selama ini bisa sangat
menikmati perjalanan mulai dari kendaraan yang saya gunakan bergerak dari
kilometer pertama ke kilometer lain sampai ke tujuan. Rasanya tidak pernah
sekalipun saya berharap untuk tiba-tiba sampai ke tujuan…justru perpindahan
yang perlahan itu yang saya nikmati. Dan perjalanan yang paling saya nikmati
adalah perjalanan yang ditempuh seorang diri tanpa ditemani siapapun yang saya
kenal sebelumnya.
Setiap orang punya tujuan yang
berbeda dalam perjalanannya. Agustinus menekankan pada aspek “jauh” yang saya
maknai sebagai petualangan melihat yang tidak pernah dilihat sebelumnya dan
penaklukan keingintahuan yang tinggi akan kehidupan lain yang dialami manusia
di belahan dunia yang “jauh” dari dunia yang kita kenal. Dalam proses menemukan
yang “jauh” seorang manusia akan bertemu dengan manusia lain, berbagi takdir
dan kehidupan dalam waktu yang relative singkat dibandingkan ketika hidup di
dunia yang kita kenal “dekat”. Pertemuan dan perpisahan pada akhirnya membentuk
karakter orang yang mengalaminya.
Jadi ingat sebuah proverb yang
saya sendiri sudah lupa siapa penulisnya….tapi inti dari proverb tersebut
adalah…setiap orang yang berbagi takdir dengan kita sekejap, sehari, seminggu,
setahun, sewindu, ataupun seumur hidup memiliki tugas suci membantu membentuk
dan mengarahkan kita pada desain kehidupan kita dengan cara yang tidak pernah
kita ketahui….
Banyak buku yang sudah membahas
hal ini….salah satunya adalah bukunya Mitch Albom “Five people you meet in heaven”
yang kubaca di tahun 2009. Dan sekarang Agustinus dan Coelho juga menyiratkan
pesan yang sama.
Perjalanan Agustinus akhirnya
membentuk dirinya dari orientasi “I” (aku), menjadi “we” (kita). Agustinus yang
selalu menjadi orang asing di negeri asing pada akhirnya meleburkan diri dengan
kehidupan local dan menghilangkan ke”aku”an nya dalam ke”kita”an bersama dengan
warga local. Well….kalo kita terus meleburkan diri pada budaya local yang kita
datangi…trus bagaimana dengan identitas aslinya? Kurasa Agustinus membentuk
identitas yang beragam dalam identitas tunggalnya….Agustinus pada akhirnya
menemukan dirinya sebagai manusia berdasarkan kemanusiaannya bukan kebangsaan,
kesukuan, kewarganegaraan, ataupun agamanya. Simple with all the complexity…identitas
yang ditemukannya adalah manusia yang berbagi nilai-nilai kemanusiaan dimanapun
ia berada kemanapun ia pergi.
Coelho dalam Aleph….tidak
menekankan persimpangan takdir di kehidupan yang sekarang tapi justru
persimpangan takdir di kehidupan sebelumnya. Agak susah juga sebetulnya
memahami Coelho dalam buku ini yang sangat percaya pada reinkarnasi, bahwa
manusia saat ini memiliki kehidupan di masa lalu yang mempengaruhi keberadaan
kita saat ini. Tapi buku Coelho ini (kalaulah benar begitu) bisa saja
menjelaskan kenapa kok tiba-tiba kita merasa pernah mengenal seseorang,
tiba-tiba mencintai seseorang tanpa alasan, bahkan tiba-tiba membenci orang
juga tanpa alasan. Coelho percaya rasa-rasa yang timbul dengan tiba-tiba
terhadap seseorang disebabkan oleh singgungan takdir kita dengan orang tersebut
di masa lalu. Dalam Aleph, Coelho menitik beratkan pada penyelesaian unfinished
business dan pengampunan atas dosa masa lalu yang akhirnya ditemukan melalui
perjalanan melintasi benua Asia dengan menggunakan kereta trans Siberia.
Seperti biasa bukunya Coelho
sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang sederhana tapi seringkali tidak
terpikirkan. Dalam Aleph, Coelho menggambarkan bagaimana kehidupan yang
sempurna “dalam kacamata general”, damai, tenang, mapan, dan rutin dapat
menghilangkan energi semesta yang menggerakkan manusia dalam hasrat dan
semangat untuk hidup. Perjalanan panjang meninggalkan kehidupan yang sempurna
tadi mampu memunculkan kembali energy semesta tadi….
Hal yang sama dengan Agustinus….,
Coelho menilai pentingnya persimpangan-persimpangan takdir dengan orang lain
dalam perjalanan yang membantunya menemukan kerajaannya kembali.
Ketika saya refleksikan dalam
kehidupan saya dan perjalanannya….memang hidup selalu bersimpangan takdir
dengan orang lain dan itu memang membentuk siapa saya sekarang ini. Semakin
sering kita melakukan perjalanan keluar dari comfort zone kita semakin banyak juga kesempatan kita bersimpangan
takdir dengan orang lain…..dan….semakin bijak kita bisa menemukan dan memahami diri sendiri….mudah-mudahan!
Selasa, 25 Juni 2013
Cinta Bagai Angin....
cinta...
Satu kata yang sangat sulit didefinisikan. Ada yg bilang cinta itu suci ada juga yg bilang cinta itu penuh nafsu...
Ada yg bilang cinta itu tanpa syarat, tapi kok banyak yang bilang cemburu itu tanda cinta?
Gak akan habis habisnya kita mencoba mendefinisikan cinta...
Buat aku...?
Cinta itu abstrak gak bisa didefinisikan hanya bisa dirasakan...
Cinta itu seperti angin yg bertiup menyentuh siapapun yang ingin disentuhnya tanpa peduli yang disentuhnya bersedia disentuh, berhak disentuh, ataupun tidak boleh disentuh
Angin tidak peduli apapun dan siapapun yang ditiupnya dalam alirannya...
Ada satu hukum angin yang menurutku juga mirip dengan cinta...
Udara bergerak dari yg bertekanan tinggi ke yang bertekanan rendah...dan gerakan itulah angin
Gerakan itu bertujuan sebagai penyeimbang tekanan udara...
Begitu juga cinta...cinta menyentuh siapapun yang dilalui dalam perjalanannya mencapai keseimbangan....
Bagaimana cinta itu diapresiasi oleh yg disentuhnya tentunya berbeda2...
Seperti juga orang merasakan angin... Ada yg takut sakit langsung pakai jaket
Ada juga yang menikmati hembusannya
Ada juga yang tak peduli sehingga tidak mempedulikan kehadirannya
Ada juga yang kesal karena angin sudah merusak tatanan rambutnya yang sudah rapi...
Ada juga yang mencari-cari hembusannya dan senang rambutnya acak-acakan, senang pipinya dingin tertiup angin dan seluruh tubuhnya seakan didorong untuk terbang...
Aku tipe yang mana?
Hmmmm
Aku tipe yang menyambut datangnya angin tapi juga tidak suka tatanan rambutku rusak oleh angin tersebut...
Tapi kan kubiarkan angin menyeimbangkan tekanan udara disekelilingku...
Begitu juga dengan cinta...akan kubiarkan cinta menyeimbangkan atmosfer kehidupanku...
Satu kata yang sangat sulit didefinisikan. Ada yg bilang cinta itu suci ada juga yg bilang cinta itu penuh nafsu...
Ada yg bilang cinta itu tanpa syarat, tapi kok banyak yang bilang cemburu itu tanda cinta?
Gak akan habis habisnya kita mencoba mendefinisikan cinta...
Buat aku...?
Cinta itu abstrak gak bisa didefinisikan hanya bisa dirasakan...
Cinta itu seperti angin yg bertiup menyentuh siapapun yang ingin disentuhnya tanpa peduli yang disentuhnya bersedia disentuh, berhak disentuh, ataupun tidak boleh disentuh
Angin tidak peduli apapun dan siapapun yang ditiupnya dalam alirannya...
Ada satu hukum angin yang menurutku juga mirip dengan cinta...
Udara bergerak dari yg bertekanan tinggi ke yang bertekanan rendah...dan gerakan itulah angin
Gerakan itu bertujuan sebagai penyeimbang tekanan udara...
Begitu juga cinta...cinta menyentuh siapapun yang dilalui dalam perjalanannya mencapai keseimbangan....
Bagaimana cinta itu diapresiasi oleh yg disentuhnya tentunya berbeda2...
Seperti juga orang merasakan angin... Ada yg takut sakit langsung pakai jaket
Ada juga yang menikmati hembusannya
Ada juga yang tak peduli sehingga tidak mempedulikan kehadirannya
Ada juga yang kesal karena angin sudah merusak tatanan rambutnya yang sudah rapi...
Ada juga yang mencari-cari hembusannya dan senang rambutnya acak-acakan, senang pipinya dingin tertiup angin dan seluruh tubuhnya seakan didorong untuk terbang...
Aku tipe yang mana?
Hmmmm
Aku tipe yang menyambut datangnya angin tapi juga tidak suka tatanan rambutku rusak oleh angin tersebut...
Tapi kan kubiarkan angin menyeimbangkan tekanan udara disekelilingku...
Begitu juga dengan cinta...akan kubiarkan cinta menyeimbangkan atmosfer kehidupanku...
Sabtu, 08 Juni 2013
Ketidaksempurnaan membuat kita manusia sempurna
Beberapa minggu belakangan ini sering bertanya-tanya apa sih
yang sebetulnya dicari manusia (aku tepatnya) dan apa sih yang membuat kita
manusia, what makes us human?
Ketika pertanyaan itu muncul tentunya saya sedang mencari
sebuah definisi manusia.
Apakah manusia didefinisikan berdasar wujudnya? Punya kepala,
leher badan, tangan, kaki, dan seterusnya dan seterusnya….Apa yang paling
penting dari wujud itu…? What makes us
essentially human physically? Atau justru fisik bukan esensi dari manusia?
Rasanya sering deh saya dengar…orang yang berfisik manusia dijuluki bukan
manusia…”Dia sampah!”, “anjing”, “setan
alas”, “iblis”, dan masih banyak lagi julukan lain yang membuat saya
berpikir ternyata jadi manusia tidak cukup wujud fisik saja…
Ternyata ada hal lain yang mendefinisikan manusia….kaitannya
dengan julukan di atas…kayaknya “moral” juga bagian dari manusia…but again I asked
myself “what kind of morality that makes
us human?”
Moral….katanya diambil dari bahasa Latin moralitas yang artinya tata karma,
karakter, dan perilaku yang tepat, ketentuan-ketentuan mana yang baik dan benar
dan mana yang buruk dan salah…
Lalu siapa yang membuat standar baik dan benar, buruk dan
salahnya? Oh gampang banget jawabnya langsung tuh ada dikepalaku ya agama dan
masyarakat…
Hmmmmm so....
Dari perspektif masyarakat (aku gak mau bahas dulu dari
perspektif agama deh….mikir dulu hehe), apakah moral itu absolute dan rigid? Kalo
moral itu adalah code of conduct apakah
kode-kode perilaku yang tepat itu tetap? Kayaknya kok ya nggak…
Apakah moral juga berkaitan dengan statistic dan berbentuk
kurva normal? Yang kebanyakan orang yang normal dan yang di ujung kiri dan
kanan adalah yang tidak normal? Artinya yang kebanyakan itu adalah yang
bermoral dan yang tidak banyak adalah tidak bermoral?
Kalo moral menentukan manusia….jadi yang ada di tengah itu
lah yang manusia…begitu kah?
Saya jadi ingat…banyak orang memanggil teman saya yang
nilainya A semua (straight A) seperti ini “ya…wajar
lah dia begitu wong bukan manusia”
Kalimat itu sebenarnya mengandung arti….manusia tidak
mungkin sempurna…justru ketidaksempurnaan yang menjadikan kita manusia….
Hmmmmm I like this…
Biasa banget kali ya….kayaknya sering kali kita dengar
istilah no body is perfect
Tapi buat saya…kali ini pemaknaan no body is perfect menjadi lebih dalam
Manusia punya need,
will,dream, lust, believe, good, and evil semuanya ada di manusia….
Kehilangan salah satu dari unsur itu…makes us less human
Seseorang yang sangat
berusaha untuk menghilangkan the evil side
dari dirinya katanya merupakan manusia yang baik dan akan dipahalai surga…
Tapi kok ya a perfect
good life tidak selalu membuat
manusia bahagia ya? We need sparkles in
life…
And those sparkles seringkali
hadir dari sisi evil manusia. …
Kalo sisi evil diasosiasikan
dengan dorongan merusak (tanatos-nya ala Freud…dorongan pada kematian dan
kerusakan)….kok ya sering banget dorongan ini yang membuat kita (saya) merasa feel so alive…
Kalo mau bicara agamis….katanya itu lah cobaan manusia….”controlling the evil side”
Seperti yang dibilang Paulo Coelho dalam “ALEPH” bahwa
kedamaian datang ketika kita berhasil mengalahkan diri kita sendiri…
Tetapi ketika kita mengalahkan diri kita sendiri kita akan
selalu bahagia? …ah rumit…kupikir nggak juga
Misalnya gini….pengen banget makan es-krim padahal lagi
batuk….-makan es krim lagi batuk (self-destruction –tanatos)- dilawan lah
keinginan itu dan menang…gak makan es krim saat itu…
Tapi si es krim tetep aja menghantui dan ada dimata kita…kemanapun
pergi lihat es krim, kepikiran es krim terus sampe gak bisa konsentrasi
ngerjain apapun…(hehe lebay banget sih!). Nah kalo gitu kan berarti melawan diri sendiri ada kalanya bikin kita
justru lebih destruktif…. dan tidak produktif…
Walaaah ini mau ngomong apa sih sebenernya….????
Ya….intinya kok ya manusia itu perlu mempertahankan semua unsur
dalam definisinya (my version)…ya needs, will, dream,
lust, good, and evil…
Kayaknya itu deh definisi manusia menurut aku…..lust and evil makes a human not perfect…but
the imperfection makes us perfectly human….
Ketidaksempurnaan membuat kita manusia sempurna
Kamis, 04 April 2013
Woman, Dreams, and Family
Having a long texting with a best friend about what life is…
He said that the best person is the one who is useful, do
things, and meaningful for others.
The discussion started when he questioned my BBM status
“when u fall, get up and move forward…”. He asked who fall? And I said “I am
falling”. Then I tell him all about my failing scholarships for a PhD in
Australia. I said to him this is my dream and I could not afford to lose it.
And I tell him all my worries about studying a PhD here in Indonesia….
And he said that “Han, kamu itu ternyata agak (sorry) egois
yaa” that I am selfish. Well in the one hand he is right, I am selfish…if he
defines a married woman who has dreams and try to reach it as selfish. He said
that I have to remember that I am not single anymore, I have family….a husband
and two kids.
He was telling me that being a PhD is not a goal in life,
that’s not happiness. He said that we live today and then do the best for
today, don’t worry too much about tomorrow. Well he is right…at this point and
I agree….But this thing stick on my mind: I need something bigger than today…I
need optimism in seeing tomorrow….I need a dream
Discussion continued…he said that going to Australia is my
dream but have I ever asked my husband whether it is his dream too? He told me
to be a part of my husband’s dream instead of focusing on my dream. Maybe he is
right.
Conventionally speaking a woman’s dream should be her
family…a woman dream should be always at her husband side…the focus is the
husband and the woman is the pampers and supportive system of her husband’s
dream….this way….my conflict will not exist. A woman can only have a dream if
the husband permits her to have one, because Husband’s Blessing is the Blessing
from Allah.
On the contrary, a man dream should be adopted as the
family’s dream and therefore should also be the wife’s dream. A man doesn’t
need to give up his dreams once he gets married and has kids. He can continue
pursuing his dreams and have a family.
However, I never think
conventionally about marriage and family….I never think that a woman should
give up her dreams for her husband and children. I either don’t think a husband
should give up his dream for his wife and children. I always think that a
family should be a place where husband and wife share their different dreams
and support each other to make those different dreams come true. I believe in
negotiation, shared feelings and thoughts. I also think that a woman should
still be a woman when she is also a wife and a mother. And I believe that there
are diverse versions and definitions of family and marriage. I also believe that embracing
both dreams and family is not something impossible. I don’t have to choose
between dreams and family. I can have both.
I always see husband as partner
with whom I share all the family responsibilities from child-caring, household
chores, to breadwinning. No one should give up their dreams. By sharing all the
responsibilities I hope that both our dreams can come true, InshaAllah….
Langganan:
Komentar (Atom)